الهى علمت باختلاف الاثر و تنكلات الاطوار ان
مرادك منى ان تتعرف الى فى كل شيئ حتى لا اجهلك فى شيئ
“Tuhanku,
lewat perubahan keadaan dan pergantian masa aku menyadari bahwa Engkau hendak
memperkenalkan diri-Mu kepadaku dalam segala sesuatu sehingga aku tidak lalai
dari-Mu dalam setiap waktu”
Ini adalah salah satu munajat Ibnu
Atha’illah kepada Tuhannya yang menggambarkan keadaan seorang yang
sedang berjalan menuju hadirat Ilahi. Bahwasannya setiap liku dan detail
perjalanan itu tidak lah semudah dan semulus yang banyak dibayangkan namun
justru sebaliknya semakin jauh perjalanan itu ujian dan marabahaya semakin banyak
dijumpai. Apakah marabahaya dalam perjalanan itu? Bukankah semakin dekat dengan
percipta maka kita akan semakin jauh dari bahaya? Pertanyaan seperti itu sangat
logis diutarakan sebab kedekatan dengan Allah Azza wa Jalla akan
membuahkan ketenangan, namun akan muncul pertanyaan lain setelah itu, dalam
ketenangan itu apakah hawa nafsumu juga telah dalam keadaan tenang? Atau ia
justru sedang sibuk memperdayamu dengan ketenangan itu?
Ibnu Atha’illah lewat munajatnya
telah memberikan gambaran bahwa nafsu akan terus membuntuti perjalanan kita,
dan lebih jauh ia akan membuat kita terjerembab didalam ma’siat pada setiap
tingkatan keadaan. Namun nafsu itu sendiri hakikatnya justru menjadi sebuah
alat, agar kita memetik hikmah dan ibroh yang tersembunyi didalam perjalannmu. Sebab
nafsu adalah fitrah yang membuat perjalan itu menjadi semarak dengan ujian,
maka dengannya Allah hendak mengajarkan kepada kita, hendak mengenalkan kepada
kita keagunga-Nya dengan hikmah disetiap jalan jalan yang kita lewati.
Maka sebaik-baik bekal dalam
perjalanan itu adalah taubat, agar perjalanan menjadi ringan. Beban dosa akibat
fitrahnya nafsu kita hapuskan terus menerus qolilan fa qolilan. Sehingga
yang tersisa setelah rentang jauh perjalanan bukan beratnya beban dosa namun
besarnya pengetahuanmu tentang kemahapengaturan Allah Azza wa Jalla, Dan
kedekatanmu dengan Allah bukanlah kedekatan semu, namun kedekatan hakiki yaitu kedekatan
yang semakin jauh. Apakah kedekatan yang semakin jauh itu, ia adalah keadaan
dimana seorang hamba begitu dekat dengan tuhannya namun dikarenakan maqom
ubudiyyahnya ia menjadi jauh dari kedekatan dengan sifat-sifat tuhannya.
Perasaan yang muncul dalam keadaan seperti itu adalah kegalauan demi kegalauan,
rintihan demi rintihan dan diam membisu dalam kebingungan (syeikh Ramadhan Al-buthi menyebutnya sebagai "yataqallabu fi laddzatil-khairoh"). Itulah ketenangan
sejati, ketenangan yang menjadi wadah dari nafsu yang selalu bergejolak,
Ketenangan yang membuat pemiliknya jauh dari sifat lalai kepada tuhannya.
“Tuhanku, aku mendekat kepadamu
agar aku mengetahui betapa jauhnya aku dari-Mu” Ibnumatta.